Cari Blog Ini

Rabu, 12 Juni 2013

PENGARUH ETIKA KERJA DAN KOMUNIKASI KERJA ISLAMI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN BADAN USAHA YAYASAN ARWANIYYAH (BUYA)


PENGARUH ETIKA KERJA DAN KOMUNIKASI KERJA ISLAMI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN BADAN USAHA YAYASAN ARWANIYYAH (BUYA)



A.    PENDAHULUAN
Runtuhnya korporasi besar seperti: Enron, Arthur Anderson, Worldcom, Global Crossing karena mega skandal menjadikan etika kerja mendapat perhatian yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa sehebat dan seprofesional apapun pengelolaan perusahaan jika tidak dilandasi dengan etika kerja yang baik maka akan terjadi manipulasi yang berakibat pada kebangkrutan. Sehingga sekolah-sekolah ternama dalam bidang bisnis seperti: Harvard Business School (HBS) memasukkan mata kuliah etika kerja di dalam kurikulumnya.
Tidak seperti etika kerja Kristen, etika kerja Islam telah disalahpahami dan dilupakan dalam kajian ilmu organisasi dan manajemen. Ini disebabkan para ahli manajemen tidak menggali kekayaan literatur dalam Islam yang terkait dengan bisnis dan organisasi[1]. Hal ini ditunjukkan dari berbagai literatur dan penelitian etika kerja  yang berkembang masih  dominasi peneliti-peneliti barat yang notabene berdasarkan pada etika Kristen Protestan[2]. Konsep etika kerja Protestan pertama di kembangkan oleh Max Weber dalam buku yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam buku ini Weber mengaitkan antara kesuksesan sistem kapitalis dengan ajaran Protestan.
Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, memiliki konsep yang mengatur tentang etika dalam bekerja yang berdasarkan pada Alqur’an dan Hadist. Namun belum banyak dilakukan penelitian tentang etika kerja Islam, sehingga konsep etika kerja Islam kurang berkembang. Hanya ada beberapa riset tentang etika kerja Islam seperti Ali (1988, 2001)[3], Yousef (2000, 2001)[4], Rahman dkk., (2006)[5], and Ali and Al-Kazemi, (2007). Sebagai contoh, penelitian etika kerja Islam juga telah dilakukan oleh Rahman dkk, (2006) di industri perbankan di Malaysia. Mereka menguji pengaruh etika kerja pada tiga dimensi komitmen organisasi, hasilnya menunjukkan bahwa etika kerja Islam berpengaruh ke semua dimensi komitmen yaitu: affective, continuance dan normative.

Selain itu, manusia diperintahkan untuk berperilaku sesuai dengan etika moral , guideline (petunjuk) yang ada di dalam Al-Qur’an.[6] Termasuk di dalam bisnis pun juga harus memperhatikan etika sesuai dengan syari’at Islam. Tidak seperti pandangan kaum liberalis yang beranggapan bahwa setiap urusan bisnis tidak dikenal adanya etika sebagai kerangka acuan, sehingga dalam pandangan mereka kegiatan bisnis adalah amoral[7], mereka menganggap bisnis adalah bisnis tidak ada hubungannya dengan etika[8], interpretasi hukum didalamnya didasarkan pada nilai-nilai standar kontemporer yang seringkali berbeda-beda, sedangkan dalam masyarakat Islam nilai-nilai dan standar tersebut dituntun oleh ajaran syari’at dan kumpulan fatwa fiqih[9].
Etika dibutuhkan dalam bekerja ketika manusia mulai menyadari bahwa kemajuan dalam bidang bisnis telah menyebabkan manusia semakin tersisih dari nilai-nilai kemanusiaan (humanistik), dalam persaingan bisnis, perusahaan yang unggul bukan hanya perusahaan yang memiliki kriteria bisnis yang baik, melainkan juga perusahaan mempunyai etika bisnis yang baik.[10]
Tidak hanya etika kerja yang baik, sebuah iklim kerja yang sehat juga membutuhkan komunikasi kerja yang sehat. Komunikasi kerja islami sangat menentukan kualitas kerja karyawan, baik dalam kapasitas meningkatkan pekerjaan maupun wawasan kerja.
Seperti dikatakan oleh Barnard (1985) “dalam teori organisasi yang lengkap, komunikasi menduduki tempat sentral karena struktur luasnya dan lingkungan organisasi hampir ditentukan oleh teknik  komunikasi. Adapun menurut Theodore Hwerbert dalam sutarto (1991) “Whithout communication, no organization could long exist” yang artinya “tanpa komunikasi, tak ada organisasi yang hidup panjang” sedangkan Keith Davis (1987) berpendapat Communication is defined as the procces of passing information and understanding from one persen to another” yang artinya “ komunikasi sebagai proses penyampaian informasi dan pemahaman dari seseorang kepada orang lain”. Menurut Carl I. Hovland dalam Sri Haryani (2001) bahwa komunikasi adalah science of communication is a systematic attempt to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and options and attitudes are formed, yang artinya ilmu komunikasi merupakan suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas prinsip-prinsip tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap.[11]
Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah (BUYA) adalah badan usaha dengan berbagai varian unit usaha yang sukses di pasaran karena di antaranya di dukung oleh etika kerja islami dan komunikasi kerja islami yang baik. Penelitian ini berasumsi bahwa suksesi di lingkungan kerja islami seperti BUYA sangat dipengaruhi oleh etika kerja islami dan komunikasi kerja islami. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan memaparkan korelasi antara ketiga variabel tersebut.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Mengidentifikasi karakteristik tingkat etika kerja Islam  karyawan yang bekerja di BUYA.
2.      Bagaimana pengaruh Komunikasi kerja islami terhadap kinerja karyawan di BUYA?
3.      Bagaimana pengaruh Etika Kerja Islam terhadap kinerja karyawan di BUYA ?

C.    TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.      Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi terhadap kinerja karyawan di BUYA.
2.      Untuk mengetahui bagaimana pengaruh etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan di BUYA.
3.      Memberikan masukan bagi para praktisi terutama pengelola usaha di bawah naungan yayasan keislaman untuk lebih meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di lingkungan kerjanya.  Serta memberikan pengetahuan kepada pengelola dan manajer tentang tingkat etika kerja Islam, sehingga dapat menjadi pertimbangan para manajer untuk memberikan pelatihan atau pendidikan lebih di bidang etika kerja Islam.

D.    KAJIAN PUSTAKA
1.      Landasan Teori
a.      Komunikasi Kerja Islami
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin “communicatun”atau communication atau communicare yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk
mencapai kebersamaan.[12]
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu: ”Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another”. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy (1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1)      Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2)      Pesan (mengatakan apa?)
3)      Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4)      Komunikan (kepada siapa?)
5)      Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.[13]
Jadi Komunikasi merupakan suatu aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam masyarakat atau dimanapun saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.[14]  Dengan komunikasi maksud / misi komunikator diharapkan diterima oleh komunikan sehingga ada tanggapan / timbal balik. Seperti dikatakan oleh Barnard (1985) “dalam teori organisasi yang lengkap, komunikasi menduduki tempat sentral karena struktur luasnya dan lingkungan organisasi hampir ditentukan oleh teknik  komunikasi. Adapun menurut Theodore Hwerbert dalam sutarto (1991) “Whithout communication, no organization could long exist” yang artinya “tanpa komunikasi, tak ada organisasi yang hidup panjang” sedangkan Keith Davis (1987) berpendapat Communication is defined as the procces of passing information and understanding from one persen to another” yang artinya “ komunikasi sebagai proses penyampaian informasi dan pemahaman dari seseorang kepada orang lain”. Menurut Carl I. Hovland dalam Sri Haryani (2001) bahwa komunikasi adalah science of communication is a systematic attempt to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and options and attitudes are formed, yang artinya ilmu komunikasi merupakan suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas prinsip-prinsip tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap.[15]
Bertitik tolak dari pendapat-pendapat diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah sejauh mana informasi (Ide, Gagasan, Laporan, intruksi, dan pengetahuan) yang menentukan jumlah umpan balik yang diterima dan dipahami oleh karyawan. Oleh karena itu dalam mengukur komunikasi dapat digunakan indikasi-indikasi sebagai berikut:
a)      Frekuensi pemberian informasi, pengetahuan dan gagasan.
Komunikasi memandang frekuensi pemberian informasi, pengetahuan dan gagasan adalah sebagian dari hak-hak karyawan untuk mendapatkan informasi pengetahuan tentang kerjaan apa yang akan dilakukan karyawan dari pimpinan demi terciptanya kinerja yang efektif
b)      Tingkat keaktifan memberikan bimbingan dan penyuluhan
Komunikasi memandang tingkat keaktifan memberikan bimbingan dan penyuluhan adalah Bagaimana perusahaan memberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap karyawan supaya karyawan tersebut bisa lebih produktif dalam kinerjanya.
c)      Tingkat keaktifan Pengurus terhadap saran dan usul
Tingkat keaktifan pengurus terhadap saran dan usul adalah untuk mengaktifkan suatu transparansi antara pengurus satu dengan yang lainnya supaya bisa berbagi dan tukar pendapat tentang informasi penting dengan seluruh anggota untuk bagaimana memajukan perusahaan.
d)     Tingkat keaktifan pemantauan dari Pengurus Badan Usaha
Tingkat keaktifan pemantauan ditekankan untuk mengawasi jalannya operasionalisasi bank sehari-hari, agar sesuai dengan ketentuan syari’ah dan juga meneliti dan merekomendasi produk baru.
b.      Etika Kerja Islam
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethikos yang mempunyai beragam arti; pertama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar-salah, wajib, tanggung jawab, dan lain-lain. Kedua, pencarian ke dalam watakmoralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang baik secara moral.[16] Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia.[17] Etika pada umumnya didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dengan menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individual dan sosial sehingga, dapat menetapkan aturan untuk mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk dapat dijadikan sasaran dalam hidup.[18]
Menurut Hamzah Ya’kub, Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Menurut Herman Soewardi, Etika dapat dijelaskan dengan membedakan dengan tiga arti, yaitu (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.[19]
Etika menurut Frans Magins Suseno merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran-ajaran moral, yang bersifat rasional, kritis, sistematis, mendasar dan normatif. Berarti tidak sekedar melaporkan pandangan-pandangan moral, melainkan menyelidiki pandangan moral yang seharusnya.[20]
Triyuwono mengemukakan etika terekspresikan dalam bentuk Syari’ah, yang terdiri dari Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Didasarkan pada sifat keadilan, Etika Syari’ah bagi umat Islam berfungsi sebagai sumber untuk membedakan mana yang benar (haq) dan yang buruk (bathil). Dengan menggunakan Syari’ah, bukan hanya membawa individu lebih dekat dengan Tuhan, tetapi juga memfasilitasi terbentuknya masyarakat secara adil yang di dalamnya tercakup individu dimana mampu merealisasikan potensinya dan kesejahteraan yang diperuntukkan bagi semua umat.[21] Etika merupakan alasan-alasan rasional tentang semua tindakan manusia dalam semua aspek kehidupannya. Sementara itu etika kerja Islam muncul ke permukaan, dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Islam merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran (doktrin) dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.[22] Etika juga termasuk bidang ilmu yang bersifat normatif, karena berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu.[23] Etika adalah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah yang berdasarkan prinsip-prinsip moralitas, khususnya dalam perilaku dan tindakan. Sehingga Etika adalah salah satu faktor penting bagi terciptanya kondisi kehidupan manusia yang lebih baik.[24]
Menurut Imam Ghozali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin mendefinisikan etika sebagai sifat yang tetap dalam jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak membutuhkan pikiran.[25] Dari beberapa pengertian di atas, definisi operasional etika adalah sebagai alat yang digunakan untuk menilai (mengukur) baik atau buruk suatu tindakan yang dilakukan seseorang, berdasarkan akal pikiran (rasional). Etika yang Islami tidak hanya menggunakan rasio dalam menilai perbuatan, tetapi juga didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga tindakan yang dinilai Etika Islam adalah berdasarkan akal pikiran yang sesuai dengan ajaran Syari’at Islam.
Etika kerja yang Islami adalah serangkaian aktiviatas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa), namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.[26]
Etika kerja dalam Syari’at Islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu adakehawatiran, sebab sudah diyakini sebagai suatu yang baik dan benar.[27] Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori etika kerja Islam yang dikemukakan oleh Dr. Mustaq Ahmad, yang mengatakan bahwa seorang pelaku bisnis diharuskan untuk berperilaku dalam bisnis mereka sesuai dengan apa yang dianjurkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.[28]
Masalah etos kerja memang cukup rumit. Nampaknya tidak ada teori tunggal yang dapat menerangkan segala segi gejalanya, juga bagaimana menumbuhkan dari yang lemah ke arah yang lebih kuat atau lebih baik. Kadang-kadang nampak bahwa etos kerja dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, seperti agama, kadang-kadang nampak seperti tidak lebih dari hasil tingkat perkembangan ekonomi tertentu masyarakat saja.
Salah satu teori yang relevan untuk dicermati adalah bahwa etos kerja terkait dengan sistem kepercayaan yang diperoleh karena pengamatan bahwa masyarakat tertentu–dengan sistem kepercayaan tertentu–memiliki etos kerja lebih baik (atau lebih buruk) dari masyarakat lain–dengan sistem kepercayaan lain. Misalnya, yang paling terkenal ialah pengamatan seorang sosiolog, Max Weber, terhadap masyarakat Protestan aliran Calvinisme, yang kemudian dia angkat menjadi dasar apa yang terkenal dengan “Etika Protestan”.[29]
Para peneliti lain – mengikuti cara pandang Weber – juga melihat gejala yang sama pada masyarakat-masyarakat dengan sistem-sistem kepercayaan yang berbeda, seperti masyarakat Tokugawa di Jepang (oleh Robert N. Bellah), Santri di Jawa (oleh Geertz) dan Hindu Brahmana di Bali (juga oleh Geertz), Jainisme dan Kaum Farsi di India, kaum Bazari di Iran, dan seorang peneliti mengamati hal yang serupa untuk kaum Isma’ili di Afrika Timur, dan sebagainya. Semua tesis tersebut bertitik tolak dari sudut pandang nilai, atau dalam bahasa agama bertitik tolak dari keimanan atau budaya mereka masing-masing.[30]
Kesan bahwa etos kerja terkait dengan tingkat perkembangan ekonomi tertentu, juga merupakan hasil pengamatan terhadap masyarakat-masyarakat tertentu yang etos kerjanya menjadi baik setelah mencapai kemajuan ekonomi tertentu, seperti umumnya negara-negara Industri Baru di Asia Timur, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura. Kenyataan bahwa Singapura, misalnya, menunjukkan peningkatan etos kerja warga negaranya setelah mencapai tingkat perkembangan ekonomi yang cukup tinggi. Peningkatan etos kerja di sana kemudian mendorong laju perkembangan yang lebih cepat lagi sehingga negara kota itu menjadi seperti sekarang.[31]
Pada dekade tahun 80-an, di kalangan cendekiawan Muslim Indonesia pun tumbuh minat yang cukup besar untuk membuktikan kebenaran tesis Weber di atas. Bahkan pada waktu itu pernah muncul suatu gagasan untuk membangun suatu system teologi yang dapat mendorong keberhasilan proses pembangunan di Indonesia. Pada saat itu suatu gagasan yang disebut dengan “Teologi Pembangunan”, bahkan di Kaliurang Yogyakarta, pernah diadakan seminar tenatang Teologi Pembangunan ini.
Gagasan tentang Teologi Pembangunan ini dilandasi oleh asumsi-asumsi: (1) sistem teologi yang dianut oleh umat Islam Indonesia belum mampu mendorong dan membangkitkan etos kerja yang tinggi; (2) umat Islam Indonesia mudah sekali menyerah ketika mengalami suatu kegagalan; (3) umat Islam Indonesia bersifat pasif, fatalis dan deterministik; serta asumsi-asumsi lainnya.[32]
Namun, karena masalah teologi sangat sensitif, akhirnya gagasan-gagasan yang pernah dicetuskan itu berakhir dengan tanpa  memperoleh rumusan yang jelas dan sistematis. Kalau kita mau mencermati dan mengkaji makna-makna yang terkandung dalam al-Quran dan Alsunnah, maka kita akan menemukan banyak sekali bukti, bahwa sesunguhnya ajaran Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras, dan bahwa ajaran Islam memuat spirit dan dorongan pada tumbuhnya budaya dan etos kerja yang tinggi. Kalau pada tataran praktis, umat Islam seolah-olah beretos kerja rendah, maka bukan sistem teologi yang harus dirombak, melainkan harus diupayakan bagaimana cara dan metode untuk memberikan pengertian dan pemahaman yang benar mengenai watak dan karakter esensial dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Naqvi (1981) dikutip Toto Tasmara[33] menjelaskan ada lima aksioma yang mendasari etika kerja Islam yaitu: pertama, unity (kesatuan), konsep ini terkait dengan konsep keesaan Allah (tauhid) sebagai bentuk hubungan vertikal antara manusia dan tuhannya. Sebagai seorang Muslim harus melihat bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan akan dikembalikan padaNya. Kedua, equilibrium (keseimbangan), konsep ini terkait dengan konsep adl (keadilan dan kepemilikan). Ketiga, free will (kebebasan berkehendak) setiap orang diberi kebebasan untuk mengerjakan sesuai dengan keinginannya sampai pada tingkatan tertentu, tetapi kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab kepada allah dan kepada sesama. Karena Allah tidak mengubah nasib seseorang sampai dia merubahnya sendiri. Keempat, tanggung jawab (responsibility), ini terkait dengan pertanggungjawaban seseorang terhadap segala tindakan yang dilakuan baik yang terkait dengan yang berhubungan dengan manusia maupun dengan Allah. Kelima, kebajikan (benevolence), setiap muslim didorong untuk bermal kebajikan sesuai dengan kemampuannya tanpa mengharapkan timbal balik dari apa yang telah dilakunnya (Beekum, 1997).
Menurut Ali (2005) sebagaimana dikutip Tohir Luth[34] ada empat pilar utama dalam konsep etika kerja Islam yaitu:
1. Berusaha (effort), seorang muslim diwajibkan untuk berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, keluarga dan masyarakat. Islam sangat menjunjung tinggi produktifitas kerja karena akan meminimalisir berbagai permasalahan sosial dan ekonomi.
2. Persaingan (competition), seorang pekerja harus mampu bersaing dengan karyawan lain secara fair dan jujur dengan niat fastabiqul koirat (berlomba untuk mencapai kebajikan).
3. Keterbukaan (transparancy), keterbukaan terhadap berbagai kegiatan yang ada dalam organisasi.
4. Moralitas (Morality), segala bentuk kegiatan harus berdasarkan etika islam, karena agama islam tidak mengenal dikotomis  antara urusan keduniaan dan agama.
Membicarakan etos kerja dalam Islam, berarti menggunakan dasar pemikiran bahwa Islam, sebagai suatu sistem keimanan, tentunya mempunyai pandangan tertentu yang positif terhadap masalah etos kerja.[35] Adanya etos kerja yang kuat memerlukan kesadaran pada orang bersangkutan tentang kaitan suatu kerja dengan pandangan hidupnya yang lebih menyeluruh, yang pandangan hidup itu memberinya keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya. Dengan kata lain, seseorang agaknya akan sulit melakukan suatu pekerjaan dengan tekun jika pekerjaan itu tidak bermakna baginya, dan tidak bersangkutan dengan tujuan hidupnya yang lebih tinggi, langsung ataupun tidak langsung.
Menurut Nurcholish Madjid, etos kerja dalam Islam adalah hasil suatu kepercayaan seorang Muslim, bahwa kerja mempunyai kaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu memperoleh perkenan Allah swt. Berkaitan dengan ini, penting untuk ditegaskan bahwa pada dasarnya, Islam adalah agama amal atau kerja (praxis).[36] Inti ajarannya ialah bahwa hamba mendekati dan berusaha memperoleh ridha Allah melalui kerja atau amal saleh, dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya[37].
Toto Tasmara, dalam bukunya Etos Kerja Pribadi Muslim, menyatakan bahwa “bekerja” bagi seorang Muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh asset, fakir dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khaira ummah), atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Dalam bentuk aksioma, Toto meringkasnya dalam bentuk sebuah rumusan:[38]
KHI = T, AS (M, A, R, A)
KHI = Kualitas Hidup Islami
T      = Tauhid
AS = Amal Shaleh
M    = Motivasi
A = Arah Tujuan (Aim and Goal/Objectives)
R = Rasa dan Rasio (Fikir dan Zikir)
A = Action, Actualization.
Dari rumusan di atas, Toto mendefinisikan etos kerja dalam Islam (bagi kaum Muslim) adalah: “Cara pandang yang diyakini seorang Muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.” [39]
Sementara itu, Rahmawati Caco, berpendapat bahwa bagi orang yang beretos kerja Islami, etos kerjanya terpancar dari sistem keimanan atau aqidah Islami berkenaan dengan kerja yang bertolak dari ajaran wahyu bekerja sama dengan akal. Sistem keimanan itu, menurutnya, identik dengan sikap hidup mendasar (aqidah kerja). Ia menjadi sumber motivasi dan sumber nilai bagi terbentuknya etos kerja Islami. Etos kerja Islami di sini digali dan dirumuskan berdasarkan konsep iman dan amal shaleh, tanpa landasan iman dan amal shaleh, etos kerja apa pun tidak dapat menjadi Islami. Tidak ada amal saleh tanpa iman dan iman akan merupakan sesuatu yang mandul bila tidak melahirkan amal shaleh. Kesemuanya itu mengisyaratkan bahwa iman dan amal shaleh merupakan suatu rangkaian yang terkait erat, bahkan tidak terpisahkan.[40]
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa etos kerja dalam Islam terkait erat dengan nilai-nilai (values) yang terkandung dalam  dan Alsunnah tentang “kerja” – yang dijadikan sumber inspirasi dan motivasi oleh setiap Muslim untuk melakukan aktivitas kerja di berbagai bidang kehidupan. Cara mereka memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai  dan Alsunnah tentang dorongan untuk bekerja itulah yang membentuk etos kerja Islam.

Prinsip-prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam

Sebagai agama yang menekankan arti penting amal dan kerja, Islam mengajarkan bahwa kerja itu harus dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip berikut:
1)      Bahwa perkerjaan itu dilakukan berdasarkan pengetahuan sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah dalam Alquran, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya.”(Q.S, 17: 36).
2)      Pekerjaan harus dilaksanakan berdasarkan keahlian sebagaimana dapat dipahami dari hadis Nabi saw, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (Hadis Shahih riwayat al-Bukhari).
3)      Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah, “Dialah Tuhan yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara kalian yang dapat melakukan amal (pekerjaan) yang terbaik; kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mulk: 67: 2). Dalam Islam, amal atau kerja itu juga harus dilakukan dalam bentuk saleh sehingga dikatakan amal saleh, yang secara harfiah berarti sesuai, yaitu sesuai dengan standar mutu.
4)      Pekerjaan itu diawasi oleh Allah, Rasul dan masyarakat, oleh karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah, “Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu.”(Q.S. 9: 105).
5)      Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi. Pekerja keras dengan etos yang tinggi itu digambarkan oleh sebuah hadis sebagai orang yang tetap menaburkan benih sekalipun hari telah akan kiamat.[41]
6)      Orang berhak mendapatkan imbalan atas apa yang telah ia kerjakan. Ini adalah konsep pokok dalam agama. Konsep imbalan bukan hanya berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan dunia, tetapi juga berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan ibadah yang bersifat ukhrawi. Di dalam Alquran ditegaskan bahwa: “Allah membalas orang-orang yang melakukan sesuatu yang buruk dengan imbalan setimpal dan memberi imbalan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan kebaika.”(Q.S. 53: 31). Dalam hadis Nabi dikatakan, “Sesuatu yang paling berhak untuk kamu ambil imbalan atasnya adalah Kitab Allah.” (H.R. al-Bukhari). Jadi, menerima imbalan atas jasa yang diberikan dalam kaitan dengan Kitab Allah; berupa mengajarkannya, menyebarkannya, dan melakukan pengkajian terhadapnya, tidaklah bertentangan dengan semangat keikhlasan dalam agama.
7)      Berusaha menangkap makna sedalam-dalamnya sabda Nabi yang amat terkenal bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya: jika tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai riza Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti, hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka), maka setingkat itu pulalah nilai kerjanya tersebut.[42] Sabda Nabi saw. itu menegaskan bahwa nilai kerja manusia tergantung kepada komitmen yang mendasari kerja itu. Tinggi rendah nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan tinggi rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau niat adalah suatu bentuk pilihan dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai yang dianutnya. Oleh karena itu, komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, atau, jika ia mengerjakannya dengan tingkat-tingkat kesungguhan tertentu.
8)      Ajaran Islam menunjukkan bahwa “kerja” atau “amal” adalah bentuk keberadaan manusia. Artinya, manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi keberadaan kemanusiaan. Jika filsuf Perancis, Rene Descartes, terkenal dengan ucapannya, “Aku berpikir maka aku ada” (Cogito ergo sum) – karena berpikir baginya bentuk wujud manusia – maka sesungguhnya, dalam ajaran Islam, ungkapan itu seharusnya berbunyi “Aku berbuat, maka aku ada.”[43]  Pandangan ini sentral sekali dalam sistem ajaran Islam. Ditegaskan bahwa manusia tidak akan mendapatkan sesuatu apa pun kecuali yang ia usahakan sendiri:
“Belumkah ia (manusia) diberitahu tentang apa yang ada dalam lembaran-lembaran suci (Nabi (Musa)? Dan Nabi Ibrahim yang setia? Yaitu bahwa seseorang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. Dan bahwa tidaklah bagi manusia itu melainkan apa yang ia usahakan. Dan bahwa usahanya itu akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian ia akan dibalas dengan balasan yang setimpal. Dan bahwa kepada Tuhan-mulah tujuan yang penghabisan”.[44]

Itulah yang dimaksudkan dengan ungkapan bahwa, kerja adalah bentuk eksistensi manusia. Yaitu bahwa harga manusia, yakni apa yang dimilikinya – tidak lain ialah amal perbuatan atau kerjanya itu. Manusia ada karena amalnya, dengan amalnya yang baik itu manusia mampu mencapai harkat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu Tuhan dengan penuh keridlaan.
Barang siapa benar-benar mengharap bertemu Tuhannya, maka hendaknya ia berbuat baik, dan hendaknya dalam beribadat kepada Tuhannya itu ia tidak melakukan syirik,” [45](yakni, mengalihkan tujuan pekerjaan selain kepada Allah, Sang Maha Benar, al-Haqq, yang menjadi sumber nilai terdalam pekerjaan manusia).

Dari prinsip-prinsip dasar di atas, penting  juga dirumuskan ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja Islam, hal itu akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan (khaira ummah), Toto Tasmara merinci ciri-ciri etos kerja Muslim, sebagai berikut: (1) Memiliki jiwa kepemimpinan (leadhership); (2) Selalu berhitung; (3) Menghargai waktu; (4) Tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan (positive improvements); (5) Hidup berhemat dan efisien; (6) Memiliki jiwa wiraswasta (entrepreneurship); (7) Memiliki insting bersaing dan bertanding; (8) Keinginan untuk mandiri (independent); (9) Haus untuk memiliki sifat keilmuan; (10) Berwawasan makro (universal); (11) Memperhatikan kesehatan dan gizi; (12) Ulet, pantang menyerah; (13) Berorientasi pada produktivitas; dan (14) Memperkaya jaringan silaturrahim.[46]
Adapun indikasi-indikasi orang atau sekelompok masyarakat yang beretos kerja tinggi, menurut Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama, ada tiga belas sikap  yang menandai hal itu: (1) Efisien; (2) Rajin; (3) Teratur; (4) Disiplin atau tepat waktu; (5) Hemat; (6) Jujur dan teliti; (7) Rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan; (8) Bersedia menerima perubahan; (9) Gesit dalam memanfaatkan kesempatan; (10) Energik; (11) Ketulusan dan percaya diri; (12) Mampu bekerja sama; dan, (13) mempunyai visi yang jauh ke depan.[47]
Menurut Sarsono, Konfusionisme memiliki konsep tersendiri berkenaan dengan orang-orang yang aktif bekerja, yang ciri-cirinya antara lain (1) Etos kerja dan disiplin pribadi; (2) Kesadaran terhadap hierarki dan ketaatan; (3) Penghargaan pada keahlian; (4) Hubungan keluarga yang kuat; (5) Hemat dan hidup sederhana; (6) Kesediaan menyesuaikan diri.[48]
Beberapa indikasi dan ciri-ciri dari etos kerja yang terefleksikan dari pendapat-pendapat tersebut di atas, secara universal cukup menggambarkan segi-segi etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang diimplementasikan dalam aktivitas kerja.

c.       Kinerja Karyawan
Istilah kinerja berasal dari kata job performance dan actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.55 Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.[49]
Byars (1984), mengartikan kinerja sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi bisa dikatakan prestasi kerja merupakan hasil keterikatan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukkan jumlah energi (fisik atau mental) yang digunakan oleh individu dalam menjalankan suatu tugas.[50]
Robbins (1996), mengatakan kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Menurut Bacal (1999) mendefinisikan dengan proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan atasan langsungnya.[51]
Kinerja diukur dengan instrumen yang dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam ukuran kinerja secara umum, kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian perilaku secara mendasar, meliputi:[52]
1)      Kuantitas kerja, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan.
2)      Kualitas kerja, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syaratsyarat kesesuaian dan kesiapannya
3)      Pengetahuan tentang pekerjaan, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilan.
4)      Pendapat atau pernyataan yang disampaikan, yaitu keaktifan menyampaikan pendapat di dalam rapat.
5)      Perencanaan kerja, yaitu kegiatan yang dirancang sebelum melaksanakan aktifitas pekerjaannya.

2.      Penelitian Terdahulu
Penelitian Sri Widodo yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Dan Partisipasi Anggota Terhadap Keberhasilan Koperasi Unit Desa Mlati” menyatakan bahwa komunikasi ber pengaruh terhadap kseberhasilan koperasi unit desa, semuanya terbukti secara signifikan.
Penelitian Neny Ayu Permatasari yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Dalam Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja (Studi Kasus Pada Karyawan Bagian Produksi Pabrik Kertas Cv Setia Kawan Tulungagung)”. Juga menunjukkan adanya pengaruh yang segnifikan antara variabel-variabel yang diteliti.
Penelitian Rahman Eljunusi, SE., MM yang berjudul “Pengaruh Religiusitas, Etika Kerja Islam Dan Individual Rank Terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Syari’ah (Studi Pada Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Di Jawa Tengah)”. Menunjukkan etika kerja berpengaruh segnefikan terhadap kinerja Lembaga Keuangan Syari’ah.
Penelitian Ahmad Zainuri “Pengaruh Etika Kerja dan Kepemimpinan Islam Terhadap Kinerja Karyawan” Studi Penelitian di KJKS/UJKS Wilayah Kabupaten Pati. Menunjukkan bahwa etika kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan[53].
Penelitian Sri Wahyuni (2007) “pengaruh komitmen organisasi dan keterlibatan kerja terhadap hubungan antara etika kerja Islam dengan sikap terhadap perubahan organisasi” dengan menggunakan Uji Normalitas, Heteroskidastisitas, menunjukkan diterimanya hipotesis-hipotesis yang diajukan.
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yakni terdapat dua variabel independen yaitu Kominikasi dan Etika Kerja Islam dan satu variabel dependen yakni Kinerja Karyawan yang belum pernah diteliti sebelumnya.



E.     KERANGKA BERPIKIR
Untuk mengetahui masalah yang akan dibahas, perlu adanya kerangka pemikiran yang merupakan landasan dalam meneliti masalah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu penelitian dan kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:


 








F.     HIPOTESIS
Hipotesis merupakan kesimpulan teoritis atau sementara dalam penelitian.  Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas searah pengujiannya dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data[54].  Adapun Hipotesis dalam penelitihan ini adalah:
1.      Ada pengaruh positif dan signifikan antara komunikasi terhadap kinerja karyawan
2.      Ada pengaruh positif dan signifikan antara etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan
3.      Ada pengaruh positif dan signifikan antara komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan.

G.    METODE PENELITIAN
1.      Jenis dan Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kuantitatif, karena data yang diperoleh nantinya berupa angka. Dari angka yang diperoleh akan dinalisis lebih lanjut dalam analisis data. Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu komunikasi dan etika kerja Islam sebagai variabel bebas (independent) dan kinerja karyawan sebagai variabel terikat (dependent).
Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a.       Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan, maka proses pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan memperhatikan siapa sumber utama yang akan dijadikan objek penelitian.[55] Dalam hal ini data yang diperoleh dari karyawan BUYA.
b.      Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diolah lebih lanjut dan di sajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari data tentang BUYA di Kudus dan cabangnya, mengenai gambaran umum tentang perusahaan. Dan berbagai sumber informasi yang telah dipublikasikan baik jurnal ilmiah, penelitian terdahulu, majalah, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder dimaksudkan agar dapat memberikan ilustrasi umum dan dapat mendukung hasil penelitian.[56]

2.      Populasi Dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi merujuk pada sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal yang membentuk masalah pokok dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di BUYA yang berjumlah 142 karyawan.
Penentuan jenis populasi ini didasarkan atas layanan bahwa yang akan di uji adalah persepsi karyawan mengenai pengaruh komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan, dikarenakan jumlah karyawan di BUYA tergolong banyak,  sehingga memungkinkan untuk mengambil sampel karyawan menjadi responden.
Teknik pengambilan sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: metode Simple Random Sampling. Simple Random sampling yaitu: cara pemelihan sampel di mana anggota dari populasi di pilih satu persatu secara random atau acak (semua mendapat kesempatan yang sama untuk di pilih) di mana jika sudah di pilih tidak dapat di pilih lagi.67
Pada umumnya peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh daftar dalam jumlah yang besar dan lengkap secara cepat dan hemat. Penentuan jumlah sampel di tentukan dengan rumus Slovin 68. Karena jumlah respondennya sudah diketahui.
      N
n =
1 + (N.E²)

Keterangan:
n   : ukuran sampel
N : ukuran populasi
E   : nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran) ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel).
Dalam penelitian ini populasi (N) adalah 142 orang, sedangkan persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel (E) nya adalah 10%, yaitu 0,1. jadi besarnya sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
142
n =
1 + (142.0,1²)

142
n =
1 + (142.0,01)

142
n =
1+1,42

142
n =
2,42

n = 58,6


Berdasarkan data yang di peroleh, jumlah karyawan yang bekerja di BUYA dan cabangnya 142 orang. Jumlah sample untuk penelitian menggunakan margin of error sebesar 10%. Maka jumlah sample yang di teliti adalah 58,6 di bulatkan menjadi 60 karyawan.

3.      Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sangat berpengaruh sekali dalam hasil penelitian. Karena pemilihan metode pengumpulan data yang tepat akan diperoleh data yang relevan, dan akurat. Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang akurat untuk keperluan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai dengan data. Pencarian data dengan teknik ini dapat di lakukan dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung antara seorang atau beberapa orang pewawancara dengan seorang atau beberapa orang yang di wawancarai.[57]  Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan salah satu karyawan yaitu dengan Pak Asep Maftuh selaku Direktur utama BUYA untuk mengetahui kebenaran isi kuesioner yang menyangkut dengan pengaruh komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan BUYA.
b.      Kuesioner
Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.
Daftar pertanyaan bisa bersifat terbuka, jika jawaban tidak di tentukan sebelumnya. Sedangkan bersifat tertutup jika alternatifalternatif jawaban telah di sediakan. Instrument berupa lembar daftar pertanyaan dapat berupa angket (kuesioner ataupun skala). Kuesioner yang di gunakan berupa pertanyaan yang menyangkut tentang pengaruh komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan di BUYA Kuesioner yang digunakan dalam penelitian iniadalah menggunakan skala likert di bawah ini:




VARIABEL
DEFINISI
INDIKATOR
SKALA
Komunikasi
Adalah Sejauh Mana Informasi (Ide, Gagasan, Laporan, Intruksi, Pengetahuan) Yang Menentukan Jumlah umpan balik yang dipahami karyawan BUYA
1)   Frekuensi pemberian informasi, pengetahuan dan gagasan
2)   Tingkat Likert Umpan Balik Yang Diterima Dan Dipahami Oleh karyawan BUYA keaktifan memberikan bimbingan dan penyuluhan
3)   Tingkat keaktifan pengurus terhadap saran dan usul
4)   Tingkat keaktifan pemantauan dari dewan pengawas syari’ah


§  Etika Kerja Islam

Akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai Islam
Toto Tasmara merinci ciri-ciri etos kerja Muslim, sebagai berikut: (1) Memiliki jiwa kepemimpinan (leadhership); (2) Selalu berhitung; (3) Menghargai waktu; (4) Tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan (positive improvements); (5) Hidup berhemat dan efisien; (6) Memiliki jiwa wiraswasta (entrepreneurship); (7) Memiliki insting bersaing dan bertanding; (8) Keinginan untuk mandiri (independent); (9) Haus untuk memiliki sifat keilmuan; (10) Berwawasan makro (universal); (11) Memperhatikan kesehatan dan gizi; (12) Ulet, pantang menyerah; (13) Berorientasi pada produktivitas; dan (14) Memperkaya jaringan silaturrahim.
LIKERT
§  Kinerja Karyawan
Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

1)      kualitas kerja
2)      kuantitas kerja
3)      pengetahuan tentang pekerjaan
4)      pendapat atau pertanyaan yang disampaikan
5)      perencanaan kerja

LIKERT

Dari pengembangan instrumen penelitian tersebut, kemudian disusun beberapa item pertanyaan kuesioner. Untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden melalui  pertanyaan yang diajukan, dengan menggunakan skala likert. Dengan skala likert, variabel yang  akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang dijadikan titik tolak menyusun item-item pertanyaan. Interval skala likert yang digunakan menunjukkan nilai atau skor.
Skala likert

Instrumen Variabel
Alternatif Jawaban
Skor
Pengaruh Komunikasi
Sangat Benar
5
Benar
4
Netral
3
Tidak Benar
2
Sangat tidak Benar
1
Etika Kerja Islam
Sangat Setuju
5
Setuju
4
Netral
3
Tidak setuju
2
Sangat tidak setuju
1
Kinerja Karyawan
Sangat Benar
5
Benar
4
Netral
3
Tidak Benar
2
Sangat tidak Benar
1

Sangat Benar
5


c.       Observasi
Untuk mendapatkan data penelitian, penulis melakukan Observasi dengan survey lokasi  enelitian yaitu di Kantor Badan Usaha Yayasan Arwaniyyah dan cabang-cabang usahanya (Percetakan BUYA, Perusahaan Air Minum Mineral BUYA, BUYA Tour And Travel, Koperasi Arwaniyyah, Majalah Arwaniyyah, Toko Buku dan Penerbit Mubarokatan Thoyyibah) dan menyebar kuesioner langsung pada responden (karyawan) agar mendapatkan data yang otentik dan spesifik.
d.      Dokumentasi
Dokumentasi di gunakan untuk pengumpulan data berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual dan sesuai dengan masalah penelitian. Misalnya: berupa arsip-arsip, buku-buku catatan yang lainya yang berhubungan dengan penelitian ini.72 Dokumentasi yang di gunakan yaitu yang berhubungan dengan profil tentang BUYA dan cabang usahanya.
4.      Variable Penelitian dan Pengukuran Data
Di dalam penelitian ini ada tiga variable yang digunakan yaitu dua variable bebas, X1 (komunikasi) dan X2 (etika kerja Islam) dan variable terikat yaitu Y (kinerja karyawan). Dari masing-masing variable tersebut dapat diukur dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dituangkan dalam sebuah kuesioner, sehingga lebih terarah dan sesuai dengan metode yang digunakannya.

VARIABEL
INDIKATOR PENGUKURAN
Komunikasi
§  Frekuensi pemberian informasi, pengetahuan dan gagasan
§  Tingkat Likert Umpan Balik Yang Diterima Dan Dipahami Oleh karyawan BUYA keaktifan memberikan bimbingan dan penyuluhan
§  Tingkat keaktifan pengurus terhadap saran dan usul
§  Tingkat keaktifan pemantauan dari dewan pengawas syari’ah

§  Etika Kerja Islam

 (1) Memiliki jiwa kepemimpinan (leadhership); (2) Selalu berhitung; (3) Menghargai waktu; (4) Tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan (positive improvements); (5) Hidup berhemat dan efisien; (6) Memiliki jiwa wiraswasta (entrepreneurship); (7) Memiliki insting bersaing dan bertanding; (8) Keinginan untuk mandiri (independent); (9) Haus untuk memiliki sifat keilmuan; (10) Berwawasan makro (universal); (11) Memperhatikan kesehatan dan gizi; (12) Ulet, pantang menyerah; (13) Berorientasi pada produktivitas; dan (14) Memperkaya jaringan silaturrahim.
§  Kinerja Karyawan
§  kualitas kerja
§  kuantitas kerja
§  pengetahuan tentang pekerjaan
§  pendapat atau pertanyaan yang disampaikan
§  perencanaan kerja


5.      Teknik Analisis Data
a.       Uji Validitas
Uji dilakukan untuk mengetahui validitas butir-butir pertanyaan. Uji ini pada SPSS 18 dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlation yang merupakan nilai r hitung untuk masing-masing pertanyaan. Apabila r hitung berada di bawah 0,05 berarti valid.[58]
b.      Uji Reabilitas
Uji Reabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil pengukuran variable. Suatu instrumen dikatakan reabel apabila memiliki nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,60.[59]
c.       Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah pengujian pada variabel penelitian dengan model regresi, apakah dalam variable dan model regresinya terjadi kesalahan atau penyakit. Berikut ini macam-macam Uji asumsi klasik:
1)      Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang disajikan untuk dianalisis lebih lanjut berdistribusi normal atau tidak. Untuk pengujian normalitas data, dalam penelitian inihanya akan dideteksi melalui analisis grafik yang dihasilkan melalui perhitungan regresi dan SPSS.[60]
2)      Uji multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Dalam regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas.
3)      Uji heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam mode regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
4)      Uji Autokorelasi
Uji autukorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode T dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yan baik adalah yang bebas dari autokorelasi.
d.      Analisis Regresi Berganda
Analisis ini untuk mengetahui pengaruh suatu variabel produktivitas dihubungkan dengan variable komunikasi dan etika kerja Islam.

Y = a + b1x1 + b2x2+ e

Keterangan:
Y = kinerja karyawan
a = konstanta
x1 = komunikasi
x2 = etika kerja Islam
b = koefisien regresi yaitu besarnya perubahan yang terjadi pada Y jika satu
unit perubahan pada variabel bebas (variabel X).
e = kesalahan prediksi.

e.       Uji T
Menunjukkan nilai signifikan dari tiap-tiap koefisien regresi terhadap kenyataan yang ada.80 Langkah-langkah:
1)      Menentukan hipotesis nihil dan alternatif.
H0: β1 = β2 = 0 (tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan).
H1: β1 β2 β0 (ada pengaruh yang signifikan antara tingkat komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan).
2)      Menentukan level of significant (α = 0, 05)
3)      Kriteria pengujian
H0 diterima bila t-tabel < t-hitung < t-tabel
H0 ditolak bila t-hitung > t-tabel atau t-hitung < - t-tabel
4)      Perhitungan nilai T
Dimana:
Î’ = koefisien regresi dari variabel tingkat pendidikan
Sb1 = standar error koefisien regresi
5)      Kesimpulan
Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dapat diketahui pengaruh antara komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan.
f.       Uji F
Digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh antara dua variabel bebas (komunikasi dan etika kerja Islam) terhadap variabel terikat (kinerja karyawan) secara bersama-sama, sehingga bisa diketahui apakah dengan yang sudah ada dapat diterima atau ditolak. Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
1)      H0: β1 = β2 = 0 artinya bahwa tingkat komunikasi dan etika kerja Islam secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
2)      H1: β1 β2 β0 artinya bahwa tingkat komunikasi dan etika kerja Islam secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
3)      Menentukan level of signifikan α = 0, 05
4)      Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
§  Ho = diterima apabila F-hitung < F-tabel
§  Ho = ditolak apabila F-hitung > F-tabel
5)      Perhitungan nilai F

R2 (k 1)
F =
(1- R2) (n - k)

Keterangan:
R = koefisien regresi linier berganda
k = banyaknya variabel
n = ukuran variabel

6)      Kesimpulan
Dengan membandingkan F hitung dan F tabel dapat diketahui pengaruh tingkat komunikasi dan etika kerja Islam terhadap kinerja karyawan.
g.      Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu.
Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen. Secara umum koefisien determinan untuk data silang/ crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data tuntun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi. Untuk menjelaskan aplikasi dengan menggunakan program SPSS.
Untuk mengetahui persentase besarnya perubahan variabel independen yang disebabkan oleh variabel dependen. Koefisien determinasi ini di mana:
R2: koefisien determinasi
Y : kinerja karyawan
X1: komunikasi
X2: etika kerja Islam

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Rahim ‘Anbar al-Thahthawi, Hidayat al-Bari ila Tartib al-Ahadits al-Bukhary, 2 Jilid, Kairo: al-Maktabat al-Tijariyah al-Kubra, 1353 H.
Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta:pustak Al-Kautsar,
Al-Faruqi, Al-Tawhid: Its Implication for Thought and Life, Herndon, Virginia: IIIT, 1995.
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Ali, A. “Scaling an Islamic work ethic”. Journal of Social Psychology, (1988).  128 (5): Rahman, M., Muhamad, N., dan  Othman, A. S., The Relationship Between Islamic Work Ethics And Organisational Commitment: A Case Analysis.  Malaysian Management Review. 41 (1) January-June 2006
Ali, A. Islamic Perspectives on Management and Organization. Edward Elgar Publishing, 2005. UK
Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004.
Arifin, Johan, Fiqih Perlindungan Konsumen, Semarang : Rasail, 2007.
Arni, Muhammad, Komunikasi Organisasi, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2009.
Beekum, Rafik Issa, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta:pustaka belajar, 2004.
Bungin, H. M. Burhan, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, Jakarta: Prenada Media.
Caco, Rahmawati, “Etos Kerja” (Sorotan Pemikiran Islam),” dalam Farabi Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah, terbitan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Sultan Anai Gorontalo, Vol. 3, No. 2, 2006.
Dharma, Surya, Manajemen Kinerja Falsafah, Teori dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Hubungan Antara Etika Kerja Islam dengan Sikap Terhadap Perubahan Organisasi, Jurnal Skripsi.
Husain Umar, Research Methods In Finance And Banking, Jakarta: Gramedia Pustaka
Imam ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progam SPSS, Semarang; Badan Penerbit  Undip,2005.
Ismanto, Kuat, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM Dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Pustaka belajar,2009.
Keraf, A. Sony, Etika Bisnis dan Tuntutan Relevansi, Yogyakarta:kanisius,1998.
Kusumawati, Ratna, “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan: (Studi Kasus pada RS Roemani Semarang),” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, III, November, 2008.
Luth, Tohir, Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Islam, Gema Insani: Jakarta, 2003
Madjid, Nurcholish, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995.
Madjid,Nurcholish, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, Jakarta: Paramadina, 1999.
Manshur, Fadlil Munawwar, “Profesionalisme dalam Perspektif Islam,” dalam Edy Suandi Hamid, dkk (peny), Membangun Profesionalisme Muhammadiyah, Yogyakarta: LPTP PP Muhammadiyah-UAD Press, 2003. 
Muhammad, “metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitati”. Jakarta: Rajawali Pers. 2008.
Myrdal, Gunnard, An Approach to the Asian Drama, New York: Vintage Books, 1970.
Panuju, Redi, Etika Bisnis Tinjauan Empiris Dan Kiat Mengembangkan Bisnis sehat,Jakarta:PT Grasindo,1995.
Prawirosentono, Suryadi, Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta: BPFE, 1999.
Riswandi, Ilmu Komunikasi, Yogyakarta; Graha ilmu, 2009.
Samuelson, Kurt, Religion and Economic Action: A Critic of Max Webe, New York: Harper Torchbook, 1964.
Sarsono, Perbedaan Nilai Kerja Generasi Muda Terpelajar Jawa dan Cina, Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Psikologi UGM, 1998.
Simorangkir, Etika Bisnis, Jabatan dan Perbankan, Jakarta: PT. Rineka Cipta,2003,.
Suharto dan Budhi Cahyono “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Sumber Daya Manusia di Sekretariat DPRD Propinsi Jawa Tengah” Jurnal Ekonomi, I (Januari, 2005.
Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009.
Tasmara, Toto, , Membudayakan Etos Kerja Islami, Gema Insani; Jakarta, 2008.
Utama, 2002.
Wahyuni, Sri, (2007), Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap
Widodo, Sri, pengaruh komunikasidan partisipasi anggota terhadapkeberhasilan KUD mlati, akmenika; Yogyakarta, 2008.
Yousef, D.A.. Organisational commitment as a mediator of the relationship  between Islamic work ethic and attitudes toward organisational change. (2000) Human Relations,
Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.



[1] Ali, A. (2005). Islamic Perspectives on Management and Organization. Edward Elgar Publishing, UK
[2] Yousef, D.A. (2000). Organisational commitment as a mediator of the relationship  between Islamic work ethic and attitudes toward organisational change. Human Relations, 53 (4).
[3] Ali, A. (1988). Scaling an Islamic work ethic. Journal of Social Psychology, 128 (5): 575-583
[4] Yousef, D.A. (2000). Organisational commitment as a mediator of the relationship  between Islamic work ethic and attitudes toward organisational change. Human Relations, 53 (4). 513
[5] Rahman, M., Muhamad, N., dan  Othman, A. S., (2006). The Relationship Between Islamic Work Ethics And Organisational Commitment: A Case Analysis.  Malaysian Management Review. 41 (1) January-June 2006
[6] Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta:pustak Al-Kautsar,h. 27
[7] Kuat ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM Dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Pustaka belajar,2009, hal.41.
[8] . A. Sony Keraf, Etika Bisnis dan Tuntutan Relevansi, Yogyakarta:kanisius,1998, hal.55.
[9] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta:pustaka belajar, 2004, hal.5.

[10] Redi Panuju, Etika Bisnis Tinjauan Empiris Dan Kiat Mengembangkan Bisnis Sehat,Jakarta:PT Grasindo,1995, hal.7
[11] Penelitin sri widodo,pengaruh komunikasidan partisipasi anggota terhadapkeberhasilan KUD mlati, akmenika; Yogyakarta, 2008, h. 24

[12] Riswandi, ilmu komunikasi, Yogyakarta; Graha ilmu, 2009, h. 1
[13] Riswandi, op.cit, h. 3
[14] Muhammad Arni, komunikasi organisasi, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2009, h. 1
[15] Penelitin sri widodo,pengaruh komunikasidan partisipasi anggota terhadapkeberhasilan KUD mlati, akmenika; Yogyakarta, 2008, h. 24

[16] Kuat Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009, h. 41.
[17] Nur Kholis, Etos Kerja Islami, diambil dari: http://nurkholis77.staff.uii. ac.id/etoskerja-
isl ami
[18] O.P. Simorangkir, Etika Bisnis, Jabatan dan Perbankan, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2003, h. 3
[19] opcit, http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/etos-kerja-Islami/
[20] Redi Panuju, Etika Bisnis Tinjauan Empiris dan Kiat Mengembangkan Bisnis Sehat,
Jakarta: PT Grasindo, 1995, h. 2.
[21] Sri wahyuni, (2007), Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap
Hubungan Antara Etika Kerja Islam dengan Sikap Terhadap Perubahan Organisasi, Jurnal Skripsi.
h. 8.
[22] Ibid, h. 9
[23] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2004, h. 3
[24] Johan Arifin, Fiqih Perlindungan Konsumen, Semarang : Rasail, 2007, h. 63-64.
[25] Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syari’ah Kaya di Dunia Terhormat di Akhirat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 171
[26] dan Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004, h. 57
[27] Ali Hasan, op. cit, h. 171
[28] Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, h. 199.
[29] Tesis Weber ini telah menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan sosiolog. Sebagian sosiolog mengakui kebenaran tesisnya itu, tetapi tidak sedikit yang meragukan, bahkan yang menolaknya. Kurt Samuelson, ahli sejarah ekonomi Swedia adalah salah seorang yang menolak keseluruhan tesis Weber tersebut, dengan mengatakan bahwa tidak pernah dapat ditemukan dukungan tentang kesejajaran antara protestantisme dengan tingkah laku ekonomis. Kurt Samuelson, Religion and Economic Action: A Critic of Max Webe, (New York: Harper Torchbook, 1964), hlm. 1-26.
[30] Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 76.  Lihat juga, Nurcholish Madjid, Fatsoen Nurcholish Madjid, (Jakarta: Republika, 2002), hlm. 24. Menurut hipotesa Weber bahwa ajaran Protestantisme sangat bersesuaian dengan semangat kapitalisme. Weber lebih jauh menjelaskan bahwa penganut Protestan cenderung untuk mengumpulkan kekayaan dan mengejar sukses material sebagai bukti dari anugerah Tuhan pada mereka, dan sekaligus sebagai konfirmasi atas status mereka sebagai orang-orang pilihan Tuhan untuk diselamatkan di dunia dan di akhirat nanti. Sebagai konsekwensi logis dari keyakinan tersebut, maka kaum Protestan di Jerman yang diamati Weber menampilkan etos kerja yang unik, seperti: bekerja keras, bertindak rasional, berdisiplin tinggi, berorientasi pada sukses material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan serta menabung dan berinvestasi.
[31] Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 215.
[32] Fadlil Munawwar Manshur, “Profesionalisme dalam Perspektif Islam,” dalam Edy Suandi Hamid, dkk (peny), Membangun Profesionalisme Muhammadiyah, (Yogyakarta: LPTP PP Muhammadiyah-UAD Press, 2003), hlm. 20.  Sering terdengar pendapat yang mengatakan bahwa etos kerja masyarakat Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa Asia lainnya, terutama Jepang dan Korea. Pandangan ini antara lain didasarkan pada kenyataan bahwa tingkat kemajuan ekonomi Indonesia jauh tertinggal dibandingkan kedua bangsa tersebut di atas. Namun, pendapat itu ada yang membantah dengan menunjukkan bagaimana kerasnya kerja petani dan buruh di pelbagai tempat di Indonesia. Rendahnya tingkat kemajuan bangsa Indonesia itu, menurut pendapat ini tidak terkait sama sekali dengan tinggi rendahnya etos kerja, tetapi lebih terkait dengan politik ekonomi pembangunan. Kedua pendapat tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, tetapi sukar untuk disangkal bahwa tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu masyarakat juga sangat dipengaruhi oleh etos kerja yang ada pada masyarakat itu.

[33] Toto Tasmara, 2008, Membudayakan Etos Kerja Islami, Gema Insani; Jakarta. Hlm 124
[34] Tohir Luth, 2003, Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Islam, Gema Insani: Jakarta. Hlm 29-31
[35] Ismail al-Faruqi melukiskan Islam sebagai a religion of action dan bukan a religion faith. Oleh karena itu, Islam sangat menghargai kerja. Dalam sistem teologi Islamkeberhasilan manusia dinilai di akhirat dari hasil amal dan kerja yang dilaksanakannya di dunia. Al-Faruqi, Al-Tawhid: Its Implication for Thought and Life (Herndon, Virginia: IIIT, 1995), hlm. 75-6.

[36] Nurcholis Madjid, Islam Agama Kemanusiaan…, hlm. 216
[37] Q.S. Al-Kahf/ 18: 110. Islam, sebagai sistem nilai dan petunjuk, misalnya, secara tegas mendorong umatnya agar memiliki kejujuran (Q.S. 33: 23-24); mendorong hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan (Q.S. 7: 13, 17: 29; 25: 67; 55: 7-9); anjuran melakukan kerja sama dan tolong-menolong dalam kebaikan (Q.S. 5: 2); kerajinan dan bekerja keras (Q.S. 62: 10); sikap hati-hati dalam mengambil keputusan dan tindakan (Q.S. 49: 6); jujur dan dapat dipercaya (Q.S. 4: 58; 2: 283; 23: 8); disiplin (Q.S. 59: 7); berlomba-lomba dalam kebaikan (Q.S. 2: 148; 5: 48). Prinsip-prinsip dasar dari rangkaian sistem nilai yang terkandung dalam al-Qur’an tersebut di atas dapat dijadikan menurut penulis, dapat dijadikan tema sentral dalam melihat persoalan etos kerja versi ajaran Islam.

[38] Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1995), hlm. 27.
[39] Tasmara, Etos Kerja Pribadi  Muslim, hlm. 28.
[40] Rahmawati Caco, “Etos Kerja” (Sorotan Pemikiran Islam),” dalam Farabi Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah, (terbitan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Sultan Anai Gorontalo, Vol. 3, No. 2, 2006), hlm. 68-69.

[41] Dari Anas Ibn Malik (dilaporkan bahwa) ia berkata: Rasulullah Saw. telah bersabda, “Apabila salah seorang kamu menghadapi kiamat sementara di tangannya masih ada benih hendaklah ia tanam benih itu.” (H.R. Ahmad).
[42] Sebuah hadis yang amat terkenal, “Sesungguhnya (nilai) segala pekerjaan itu adalah (sesuai) dengan niat-niat yang ada, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya (ditujukan) kepada (ridla) Allah dan Rasul-Nya, maka ia (nilai) hijrahnya itu (mengarah) kepada (ridla) Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa yang hijrahnya itu ke arah (kepentingan) dunia yang dikehendakinya, atau wanita yang hendak dinikahinya, maka (nilai) hijrahnya itu pun mengarah kepada apa yang menjadi tujuannya.” (Lihat al-Sayyid ‘Abd al-Rahim ‘Anbar al-Thahthawi, Hidayat al-Bari ila Tartib al-Ahadits al-Bukhary, 2 Jilid (Kairo: al-Maktabat al-Tijariyah al-Kubra, 1353 H), jil. 1, hlm. 220-221;
[43] Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), hlm. 417.
[44] QS, al-Najm/52:: 36-42.
[45] QS, al-Kahfi/18: 110.
[46] Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, hlm. 29-59.
[47] Gunnard Myrdal, An Approach to the Asian Drama, (New York: Vintage Books, 1970), hlm. 62.
[48] Sarsono, Perbedaan Nilai Kerja Generasi Muda Terpelajar Jawa dan Cina, (Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Psikologi UGM, 1998), hlm. 98.
[49] Suryadi Prawirosentono, Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta: BPFE, 1999,h.1-2.

[50] Ratna Kusumawati, “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan: (Studi Kasus pada RS Roemani Semarang),” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, III (November, 2008). h.152.
[51] Surya Dharma, Manajemen Kinerja Falsafah, Teori dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h.18.
[52] Suharto dan Budhi Cahyono “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Sumber Daya Manusia di Sekretariat DPRD Propinsi Jawa Tengah” Jurnal Ekonomi, I (Januari, 2005), h. 15.

[53] Skripsi Ahmad Zainuri, pengaruh etika kerja dan kepemimpinan Islam terhadap
kinerja karyawan (Studi pada KJKS/UJKS Koperasi Kab. Pati), 2011, h 33
[54] H. M. Burhan Bungin, “Metodologi Penelitian Kuantitatif”, Jakarta: Prenada Media. H. 75
[55] Muhammad, “metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitati”. Jakarta: Rajawali Pers. 2008. h. 103
[56] Husain Umar, Research Methods In Finance And Banking, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2002, hlm.82.
[57] Muhammmad, Metode Penelitian Ekonomi Islam, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2008, hlm.151.

[58] Imam ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progam SPSS, Semarang; Badan Penerbit  Undip,2005,h.45

[59] Ibid
[60]  Ibid Hal 70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar